26 Juni 2025
7 Syarat ‘Laa ilaaha illallah’

Allah Jalla Jalaluhu dok.freepik

JAKARTA — Apabila muslim telah mengetahui makna Laa illaaha illallah dengan benar. Maka perlu diketahui terdapat tujuh syarat dari kesaksian kalimat tauhid tersebut.

Mengutip buku Akidah Akhlak, berikut tujuh syarat Laa ilaaha illallah:

  1. Mengetahui. Orang yang bersyahadat wajib memahami makna dan maksud kalimat syahadat, memahami apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan. Lawan dari syarat ini adalah jahil, yaitu bodoh karena tidak memahami maknanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَا يَمْلِكُ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهِ الشَّفَاعَةَ اِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Dan orang-orang yang menyeru kepada selain Allah tidak mendapat syafaat (pertolongan di akhirat); kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini.” (QS. Az-Zukhruf ayat 86)

Menurut ayat ini, orang yang akan mendapatkan syafaat adalah yang bersaksi dengan Laa ilaaha illallah dan hatinya memahami apa yang diikrarkan oleh lisannya. Jika ia mengucapkannya tetapi tidak mengerti maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.

  1. Yakin. Orang yang bersyahadat harus meyakini makna yang dikandung oleh kalimat tauhid. Lawan dari syarat ini adalah ragu. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat ayat 15)

  1. Menerima. Orang yang bersyahadat wajib menerima bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak disembah. Dengan begitu, dia wajib menghilangkan semua sembahan selain-Nya. Lawan dari syarat ini adalah menolak. Allah Ta’ala berfirman,

اِنَّهُمْ كَانُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَهُمْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ يَسْتَكْبِرُوْنَ ۙ وَيَقُوْلُوْنَ اَىِٕنَّا لَتَارِكُوْٓا اٰلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُوْنٍ ۗ

“Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka, “La ilaha illallah” (Tiada ilah yang berhak disembah melainkan Allah), mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, “Apakah kami harus meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair gila?””(QS. As-Saffat ayat 35-36)

  1. Patuh. Orang yang bersyahadat harus tunduk dan patuh terhadap kandungan kalimat syahadat. Lawan dari syarat ini adalah membangkang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُّسْلِمْ وَجْهَهٗٓ اِلَى اللّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰىۗ وَاِلَى اللّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ

“Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman ayat 22)

Baca juga: Makna Kalimat Tauhid, Laa illaaha illallah

  1. Ikhlas. Orang yang bersyahadat wajib membersihkan amalnya dari noda syirik. Caranya dengan tidak berniat untuk mendapatkan kesenangan dunia ketika mengucapkannya. Lawan dari syarat ini adalah ria atau sumah. Dalam hadits Itban bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

فإنَّ اللهَ قد حرَّم على النَّارِ مَن قال: لا إلهَ إلَّا اللهُ، يبتغي بذلك وَجْهَ اللهِ

“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka menjadi tempat orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah karena mengharapkan wajah Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Jujur. Orang yang bersyahadat harus membenarkan syahadatnya di dalam hati. Lawan dari syarat ini adalah dusta. Manakala lisan seseorang mengucapkan Laa ilaaha illallah namun hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan Pendusta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّاللهِ وَبِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ يُخَادِعُونَ يُخٰدِعُوۡنَ اللّٰهَ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا ‌ۚ وَمَا يَخۡدَعُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡفُسَهُمۡ وَمَا يَشۡعُرُوۡنَؕ
فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ‌ۚ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۙۢ بِمَا كَانُوۡا يَكۡذِبُوۡنَ‏

“Dan di antara manusia ada yang berkata: ‘Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,’ padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.” (Qs. Al-Baqarah ayat 8-10)

  1. Cinta. Orang yang bersyahadat wajib mencintai kalimat ini beserta isinya. Ia juga wajib mencintai orang-orang yang mengamalkannya. Lawan dari syarat ini adalah benci. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah ilah selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cinta seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (Qs. Al-Baqarah ayat 165)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *