Ramadan, Warga Gaza Hadapi Pemutusan Aliran Listrik dan Bantuan oleh Israel

Kondisi Gaza dok.anadoluagency
GAZA — Selama bulan suci Ramadan, warga Gaza terus mendapatkan tekanan dari Israel. Zionis memutuskan aliran listrik dan menutup perbatasan, di mana bantuan kemanusiaan dari luar masuk ke Gaza.
Kepala PBB pada Senin (10/3/2025) menyatakan keprihatinan yang mendalam atas keputusan Israel untuk memutus pasokan listrik ke Gaza. Kemudian memperingatkan bahwa tindakan tersebut akan berdampak buruk pada akses air bersih bagi puluhan ribu orang.
“Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) sangat prihatin dengan keputusan Israel untuk membatasi pasokan listrik yang masuk ke Gaza. Keputusan terbaru ini akan secara substansial mengurangi ketersediaan air minum di Jalur Gaza,” kata juru bicara Stephane Dujarric, melansir Anadolu Agency.
Dia menyebut, fasilitas tersebut akan beroperasi dengan generator cadangan. Hal ini akan mengurangi kapasitas produksi air di Gaza. “Memulihkan koneksi ini sangat penting bagi puluhan ribu keluarga dan anak-anak,” kata dia.
Mengutip Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Dujarric juga melaporkan bahwa semua penyeberangan ke Gaza telah ditutup untuk masuknya kargo selama sembilan hari berturut-turut.
“Penyeberangan Kerem Shalom juga tetap ditutup untuk pengambilan kargo selama sembilan hari berturut-turut, yang berdampak buruk pada pengiriman bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza,” kata Dujarric.
Di samping itu, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) pada Senin memperingatkan bahwa penangguhan bantuan ke Gaza oleh Israel, termasuk pemadaman listrik baru-baru ini, berisiko menjerumuskan daerah kantong Palestina itu lebih jauh ke dalam darurat kemanusiaan akut.
“Gencatan senjata di Gaza terbukti penting untuk menyelamatkan nyawa, mendatangkan bantuan kemanusiaan, dan menopang penduduk sipil. Namun, krisis kemanusiaan di Gaza masih jauh dari kata selesai. Pengiriman bantuan telah meningkat secara substansial selama gencatan senjata, tetapi bantuan tersebut masih seperti setetes air di lautan jika dibandingkan dengan kebutuhan yang sangat besar di lapangan,” sebut ICRC dalam sebuah pernyataan.
Sementara Perdana Menteri Palestina, Mohammad Mustafa menuntut tekanan internasional yang lebih intensif terhadap Israel. Hal ini dilakukan untuk menghentikan serangan Israel terhadap warga Palestina dan membuka kembali penyeberangan Gaza.
Dalam pertemuan dengan Wakil Perdana Menteri Luksemburg dan Menteri Luar Negeri Xavier Bettel pada Senin di kantor pusat perdana menteri di Ramallah, Tepi Barat, Mustafa mendesak negara-negara Uni Eropa untuk memaksa Israel mengakhiri agresinya. Selanjutnya mendorong dibukanya semua penyeberangan Gaza, dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, pasokan tempat tinggal sementara, dan bahan-bahan rekonstruksi tanpa batas.