23 Agustus 2025
premium_photo-1670689708086-88f7c6c2c8d7

Bendera Indonesia dok.unsplash

JAKARTA — Mendekati momen Kemerdekaan Indonesia, marak pengibaran bendera bergambar tengkorak bertopi dari film ‘One Piece’ oleh masyarakat. Pemerintah, dan DPR turut menanggapi terkait hal ini.

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai memandang negara berhak melarang pengibaran bendera fiksi dalam anime “One Piece” yang sejajar dengan bendera Merah Putih pada momen peringatan Proklamasi Kemerdekaan 2025. Menurut Pigai, negara berhak melarang hal tersebut karena dianggap melanggar hukum sekaligus sebagai bentuk makar.

“Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya penting menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” kata Pigai mengutip laman Antara.

Selain itu, dia menjelaskan, pelarangan tersebut sejalan dengan aturan internasional mengenai hak negara dalam mengambil sikap atas isu-isu tertentu yang menyangkut integritas nasional dan stabilitas negara. Menurut dia, keputusan pelarangan tersebut akan mendapatkan dukungan dan penghargaan dari komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Ia mengatakan, pelarangan tersebut akan mendapatkan dukungan internasional karena sejalan dengan kovenan PBB tentang Hak Sipil dan Politik yang diadopsi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Dia melanjutkan, UU tersebut, membuka ruang bagi negara untuk menjaga keamanan dan stabilitas nasional.

“Saya berharap agar masyarakat memahami bahwa pelarangan ini adalah upaya menjaga kesatuan dan integritas bangsa dalam momentum bersejarah seperti perayaan Hari Kemerdekaan,” kata dia.

“Langkah ini menunjukkan bagaimana hukum nasional dan internasional saling bersinergi dalam menjaga stabilitas negara. Sikap pemerintah adalah demi ‘core of national interest’ atau kebebasan ekspresi yang bisa dibatasi negara,” lanjutnya.

Sementara Ketua Komisi XIII DPR RI Wily Aditya menegaskan, pengibaran bendera One Piece tidak bisa disamakan dengan tindakan melecehkan simbol negara. Terlebih lagi, tidak tergolong dalam bendera terlarang seperti bendera separatis atau negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

“Selama tidak melecehkan Merah Putih, misalnya menempelkan simbol One Piece di atasnya, maka itu bukan pelanggaran serius. Saya lihat juga posisinya di bawah Merah Putih,” kata dia mengutip laman DPR RI.

Selanjutnya, Willy mengajak publik untuk menyikapi fenomena itu secara proporsional. Semua dilakukan agar masyarakat tidak terjebak dengan pemikiran-pemikiran tertentu.

“Membunuh nyamuk tidak perlu menggunakan granat atau mesiu. Responsnya harus tetap proporsional. Jangan sampai kita terjebak dalam provokasi,” kata dia.

Dalam kesempatan itu dia juga menggarisbawahi bahwa ekspresi seperti itu biasanya muncul dari kalangan muda yang penuh energi, idealisme, dan keberanian menggugat ketidakadilan. Namun, menurut dia, semangat itu sering kali tidak bersamaan dengan nalar yang cukup.

Willy menekankan bahwa tugas negara adalah menyelenggarakan kehidupan bersama yang berkeadilan dan menyejahterakan warganya. Jika itu bisa diwujudkan, maka ekspresi semacam ini akan kehilangan gaungnya.

“Kalau negara hadir dengan keadilan dan kesejahteraan, bendera One Piece pun tak akan digubris, karena gugatan itu tak relevan,” ucapnya.

Kendati demikian, ia menolak gagasan untuk merespons aksi ini dengan tindakan represif atau bahkan ajakan dialog langsung kepada pelaku pengibaran. “Fenomena semacam ini cukup dicermati dan dipahami. Jangan justru terjebak dalam provokasi,” kata dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *