Dapat Tunjangan Rumah Rp 50 juta, Ini Kata Anggota Dewan

Ruang Sidang DPR RI dok.kemenpanrb
JAKARTA — Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni menjelaskan alasan pemberian tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan kepada anggota dewan. Menurut dia, skema tunjangan tunai jauh lebih efisien dibandingkan fasilitas rumah dinas.
“Kalau dikasih fasilitas rumah, biayanya lebih besar. AC rusak, perabotan, dapur, gas, perawatan lain, semuanya membutuhkan anggaran yang tidak kecil. Makanya lebih efisien diberikan dalam bentuk tunjangan tunai,” kata Sahroni mengutip laman DPR RI.
Adapun jumlah anggota DPR kini mencapai 580 orang. Dia mengatakan, dengan jumlah tersebut negara akan menanggung beban anggaran yang terus membengkak. Hal ini karena rumah dinas harus dirawat dan diperbaiki setiap tahunnya.
Perihal kritik publik terkait empati DPR terhadap kondisi ekonomi masyarakat, ia menegaskan bahwa anggota dewan tetap menunjukkan kepedulian melalui berbagai kegiatan sosial.
“Kita ini pejabat publik. Banyak kegiatan bantuan dan empati kepada masyarakat, hanya saja tidak semua perlu dipublikasikan. Ada yang suka tampilkan, ada juga yang memilih diam. Prinsipnya, uang yang diterima anggota DPR juga kembali ke masyarakat,” ucapnya.
Di samping itu, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir merasa penting untuk memberikan penjelasan terbuka, khususnya mengenai komponen pendapatan anggota dewan.
“Langkah ini diambil sebagai bentuk akuntabilitas sekaligus memastikan masyarakat mendapat informasi yang utuh dan tidak terpotong-potong,” kata Adies.
Adapun setiap anggota DPR menerima gaji pokok yang telah tertuang di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.
Di sisi lain, terdapat beberapa tunjangan seperti, tunjangan keluarga, beras, serta tunjangan jabatan sesuai aturan bagi pejabat negara, sesuai dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015.
Menurut Adies, anggota DPR juga memperoleh tunjangan komunikasi intensif. Selain itu juga tunjangan untuk mendukung asisten ahli yang membantu penyusunan naskah maupun kajian.
Perihal tunjangan perumahan, kebijakan tersebut disebut bukanlah kenaikan baru. Melainkan pengalihan fasilitas rumah jabatan anggota DPR yang selama ini berada di Kalibata dan Ulujami.
“Dengan mekanisme ini, anggota DPR dapat menyewa rumah atau mengelola tempat tinggalnya secara fleksibel tanpa perlu menambah beban pemeliharaan aset negara,” kata dia.
“DPR memahami bahwa kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih penuh tantangan, sehingga pembahasan mengenai gaji dan tunjangan publik figur seperti anggota DPR seringkali menimbulkan sensitivitas. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada penambahan gaji pokok baru. Perubahan hanya terjadi pada pola penyediaan fasilitas perumahan yang lebih praktis sekaligus efisien dari sisi anggaran negara,” lanjutnya.