14 September 2025

Bersabar atas Kezaliman Pemimpin

0
Bersabar atas Kezaliman Pemimpin

dok.pixabay

— Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan, bahwa sepeninggalannya, akan ada pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan pribadinya. Sebagai rakyat, bagaimana kita bersikap atas kezaliman pemimpin?

Mengutip buku Antara Rakyat dan Pemimpin oleh Abu Ghozie, Kezaliman penguasa adalah bencana yang Allah timpakan kepada hamba-Nya dengan membawa hikmah yang sangat besar. Maka menghadapi musibah hanyalah dengan sabar dan kembali dengan introspeksi diri, karena penguasa yang zalim hanyalah muncul karena rakyat yang juga zalim sebagai bentuk balasan yang setimpal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَكَذٰلِكَ نُوَلِّيْ بَعْضَ الظّٰلِمِيْنَ بَعْضًا ۢ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ ۝١٢٩

“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan” (QS. Al-An’am ayat 129)

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ ۝٣٠

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Asy-Syuara)

Al-Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata:

“Dan perhatikanlah hikmah Allah Ta‘ālá dalam menjadikan para raja, pemimpin, dan penguasa mereka di antara bagian dari jenis amalan rakyatnya, bahkan amalan rakyatnya tampak pada bentuk amalan penguasanya dan para rajanya. Apabila rakyat istiqamah maka rajanya pun akan istiqamah, apabila rakyatnya berbuat adil maka pemimpinnya pun akan berbuat adil. Akan tetapi, apabila rakyatnya zalim maka pemimpinnya pun akan zalim, apabila tampak pada rakyatnya makar dan tipu daya maka pemimpinnya pun demikian, apabila rakyat enggan menunaikan hak Allah pada mereka dan berlaku bakhil dengannya maka pemimpinnya pun tidak akan memberikan kebaikannya.” (Miftāh Dāris-Sa‘ādah)

Ibnu ‘Abil ‘Izz al-Hanafi rahimahullah mengatakan:

“Adapun senantiasa menaati pemimpin walaupun zalim, karena pengaruh dari khurūj (pembangkangan, tidak mau patuh dan taat) kepada pemimpin berupa kerusakan yang lebih besar dari sekadar kezaliman mereka. Akan tetapi, sabar atas kezaliman mereka merupakan penghapus dosa dan dilipatgandakannya pahala. Karena sesungguhnya Allah tidak menimpakan kepada kita penguasa yang zalim melainkan dari akibat rusaknya perbuatan kita, dan balasan itu sesuai dengan amalan, maka bagi kita wajib untuk bersungguh-sungguh minta ampun kepada Allah, bertaubat, serta memperbaiki amalan.

Allah ﷻ berfirman:
‘Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).’ QS asy-Syūrá ayat 30

Allah ﷻ juga berfirman:
‘Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada Perang Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.’ QS Āli ‘Imrān ayat 165

Allah ﷻ juga berfirman:
‘Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ QS an-Nisā’ ayat 79.

Allah ﷻ juga berfirman:
‘Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan.’ QS al-An‘ām ayat 129.

Maka apabila rakyat ingin keluar dari kezaliman penguasa maka hendaklah tinggalkan kezaliman (kejahatan).” (Syarh al-‘Aqīdah ath-Thaawīyah)

Dari ‘Abdullah ibn Mas‘ud radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya kalian akan menyaksikan sepeninggalku (pemimpin) yang mementingkan kepentingan pribadinya, dan perkara-perkara yang diingkarinya.” Mereka (para sahabat-Nabi) bertanya: “Lalu, apa yang Tuan perintahkan (bila kami mengalami keadaan tersebut) wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Tunaikanlah kewajiban kalian kepada mereka, dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR al-Bukhari (7052) dan at-Tirmidzi (2190))

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *