Palestina Kecam AS Cabut Visa Delegasinya
Bendera Palestina dok.anadoluagency
GAZA — Palestina pada Jumat (29/8/2025) mengecam keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mencabut visa bagi para pejabat Palestina. Pencabutan ini termasuk pada Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.
Palestina menyebutnya sebagai pelanggaran Perjanjian Markas Besar PBB 1947. Hal ini terjadi di mana negara-negara bersiap untuk mengakui kenegaraan Palestina.
“Kami menyatakan keheranan yang mendalam atas keputusan ini dan menganggapnya sebagai pelanggaran berat terhadap Perjanjian Markas Besar 1947, yang menjamin masuknya dan perlindungan bagi perwakilan negara-negara anggota PBB,” kata penasihat politik menteri luar negeri, Ahmed al-Deek melansir Anadolu Agency.
Adapun Perjanjian Markas Besar mewajibkan Washington, DC, untuk memfasilitasi masuknya perwakilan, staf, dan pakar dari negara-negara anggota PBB. Terlepas, dari hubungan politik mereka.
Al-Deek mendesak Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres dan negara-negara anggota untuk menyelesaikan pelanggaran ini.
Ia mengatakan, para pemimpin Palestina akan berkonsultasi dengan negara-negara sahabat. Hal ini dilakukan untuk menentukan langkah-langkah diplomatik yang tepat.
“(Keputusan AS) tidak akan menghentikan gelombang pengakuan Negara Palestina, maupun konsensus internasional tentang perlunya menghentikan genosida, penggusuran, dan aneksasi,” kata dia.
Sementara itu, Kepresidenan Palestina menyatakan penyesalan dan keterkejutan yang mendalam atas keputusan AS. “(langkah tersebut) bertentangan dengan hukum internasional dan Perjanjian Markas Besar PBB,” sebutnya.
Wakil Presiden Palestina, Hussein al-Sheikh meminta AS untuk mencabut keputusan pembatalan visa bagi delegasi Palestina.
“Kami menyerukan kepada Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali dan membatalkan keputusannya untuk menolak visa masuk delegasi Palestina ke New York untuk menghadiri pertemuan Majelis Umum,” kata dia.
Sebelumnya pada Jumat, Departemen Luar Negeri AS menyatakan akan membatalkan visa bagi anggota Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina (PA) menjelang Sidang Umum PBB pada September.
