Bolak-Balik Haji-Umrah Hilangkan Kefakiran

Jamaah Umrah dok.saudigazette
JAKARTA — Ketika muslim memiliki kelebihan harta, diperbolehkan untuk mengulangi ibadah haji dan umrahnya. Hal ini karena dapat menghilangkan kefakiran bagi seorang hamba.
Dikutip dari buku Bekal Haji karya ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, MA, salah satu keutamaan haji yakni menghilangkan dosa dan kemiskinan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Tunaikanlah haji dan umrah secara silih berganti, karena haji dan umrah itu bisa menghilangkan kefakiran dan juga bisa menghilangkan dosa-dosa sebagaimana alat tiup pandai besi untuk menghilangkan kotoran besi/karat besi, emas, dan perak,” hadist riwayat At-tirmidzi dan An-Nasai.
Kata-kata ‘Tunaikanlah haji dan umrah secara silih berganti’ dapat diartikan bahwa ketika menjadikan atau mengerjakan salah satunya, jadikanlah atau kerjakan yang lainnya. Dalam hal ini jika sudah berhaji maka umrahlah dan jika sudah berumrah maka berhajilah. Hadits tersebut memperlihatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk menyertakan haji dan umrah bagi orang yang mampu. Hal ini karena, ‘haji dan umrah itu bisa menghilangkan kefakiran dan juga bisa menghilangkan dosa-dosa’.
Dalil tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan umat islam untuk mengulang-ulang haji dan umrah karena salah satu faedahnya adalah menghilangkan dosa-dosa dan kefakiran. Para ulama sepakat tentang disunahkannya mengulang umrah. Namun, para ulama barbeda pendapat mengenai jarak waktu minimal antara umrah yang satu dengan yang lainnya. Ada yang mengatakan setahun, ada yang mengatakan sebulan, dan ada yang mengatakan setiap saat bisa mengulangi umrah, dari Misbaah Az-Zujaajah Syarh Sunan Ibni Maajah.
Itulah bantahan terhadap pendapat sebagian orang yang memberi kesan kalau orang mengulang-ulangi haji atau umrah disebut haji syaithan, umrah syaithan. Hal ini tentu tidak benar karena menyelisihi hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Para sahabat, para salaf, dan para ulama masa kini senantiasa bersemangat untuk terus mengulangi umrah dan haji. Jika seseorang memang mampu, memiliki kelebihan harta, sudah bersedekah, berinfak, membayar zakat, membantu fakir miskin serta anak yatim, menyumbang ke masjid, kemudian ia ingin berhaji dan umrah, mengapa harus melarangnya? Dengan berhaji dan umrah, Allah subhanahu wa ta’ala justru akan memberikan rezeki kepadanya. Urusan rezeki adalah urusan Allah subhanahu wa ta’ala.
Penulis buku ini mempunyai banyak teman seperti itu, bersedekah lancar, membayar zakat lancar, tetapi umrah serta hajinya juga lancar. Maka janganlah menuduh mereka yang melakukan haji dan umrah berulang-ulang seakan-akan melakukan kesalahan. Setiap orang yang merindukan haji, merindukan tawaf dan berdoa di Kabah atau Padang Arafah, dan rindu ingin dosa-dosanya dihapuskan, hendaknya jangan dilarang.
Lain halnya jika orang berhaji atau umrah, tetapi ia pelit dengan tetangganya yang miskin atau tidak membayar zakat dan sedekah. Akan tetapi, disini berbicara tentang orang yang menunaikan kewajibannya sementara dirinya masih memiliki kelebihan harta. Maka, mengapa melarangnya berhaji dan berumrah? Sementara banyak orang yang mempunyai harta lebih, tetapi justru mempergunakannya untuk berfoya-foya atau bersenang-senang dengan berlibur ke luar negeri.
Oleh sebab itu, Alhamdulillah jika ada orang yang meluangkan hartanya untuk berhaji atau umrah lagi. Mengulangi haji dan umrah memang disunahkan ketika seseorang telah menjalankan kewajibannya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah maha baik dan Allah tidak menerima kecuali yang baik pula”, hadits riwayat Muslim.
“..Berbekallah (tatkala berhaji). Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketakwaan..” (Alquran surah Al Baqarah ayat 197.
Jika seseorang berhaji dengan harta atau penghasilan yang haram seperti riba, hasil judi, hasil menipu dan menzalimi orang lain, dan lainnya, hajinya adalah sah dan kewajibannya hajinya sudah gugur. Akan tetapi ia tidak mendapatkan pahala.