4 Desember 2025

Greenpeace: Pemerintah Harus Akui Kesalahan Tata Kelola Hutan

0
20240217174844

Ilustrasi dok.forestdigest

JAKARTA — Greenpeace Indonesia mendukung desakan sejumlah pihak agar pemerintah segera menetapkan peristiwa banjir di Pulau Sumatera ini sebagai status darurat bencana nasional. Selain itu juga mengerahkan penanggulangan bencana dengan cepat dan tepat.

“Peristiwa banjir besar yang melanda Sumatera ini seharusnya menjadi pengingat terakhir bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi kebijakan pengelolaan hutan dan lingkungan hidup serta komitmen iklim secara total. Banjir besar tersebut menandakan dua hal: dampak krisis iklim yang tak bisa lagi dihindari dan perusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi menahun,” kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengutip laman Greenpeace.

Dampak krisis iklim terlihat dari cuaca yang kian ekstrem, termasuk hujan lebat yang diperparah dengan terjadinya siklon tropis Senyar pada 25-27 November 2025 di Selat Malaka. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), lewatnya siklon tropis Senyar di Selat Malaka, bahkan hingga ke daratan Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat ini bukan fenomena umum mengingat posisi Indonesia di dekat garis ekuator.

“Pemerintah tak bisa lagi mengandalkan upaya mitigasi dan adaptasi yang hanya terpampang di atas kertas, dan tidak boleh ada lagi solusi palsu dalam kebijakan iklim nasional. Sekarang waktu yang tepat untuk memperbaiki arah kebijakan nasional agar tidak lagi berpihak pada segelintir orang, tapi kelayakan bagi semua orang,” kata Manager Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik.

Faktor kedua yang memicu besarnya dampak banjir Sumatera yakni perusakan hutan dan alih fungsi lahan, termasuk di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS). Analisis Greenpeace dengan merujuk data Kementerian Kehutanan menemukan, dalam kurun 1990-2024, banyak hutan alam di Sumatera Utara beralih fungsi menjadi perkebunan, pertanian lahan kering, dan hutan tanaman. Situasi serupa terjadi di Aceh dan Sumatera Barat.

“Pemerintah harus mengakui bahwa mereka telah salah dalam tata kelola hutan dan lahan. Akibatnya hutan Sumatera hampir habis, terjadi degradasi lingkungan parah, dan kini masyarakat Sumatera harus menanggung harga yang amat mahal dari bencana ekologis ini,” kata Arie.

“Prabowo dan beberapa menterinya memang sudah menyinggung soal deforestasi, tapi mereka seolah mengesankan bahwa kerusakan hutan di Sumatera terjadi karena penebangan liar. Padahal selain penebangan liar, deforestasi masif terjadi karena dilegalkan pula oleh negara dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya,” lanjut Arie Rompas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *