Ini Alasan Muslim Perlu Muhasabah Diri
JAKARTA — Muslim perlu melakukan muhasabah atau introspeksi terhadap dirinya setiap hari, tentang apa yang mereka lakukan dalam sehari. Muhasabah diri dilakukan sebagai persiapan menuju kehidupan akhirat.
“Al Muhasabah atau mengaudit diri sendiri terutama di zaman sekarang ini, manusia lalai dari berdzikir. Imam Ibnul Qayyim mengatakan, kalau seseorang tidak melakukan Muhasabah dia akan terbawa, manusia akan bablas. Lain halnya jika melakukan Muhasabah maka dia akan berhenti,” kata pendakwah Ustadz Dr. Firanda Andirja MA di Masjid Raya Al-Azhar, Bekasi pada Kamis (25/7/2024).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan manusia untuk Muhasabah diri, hal ini dilakukan guna mengintrospeksi segala sesuatu yang ada pada dirinya sendiri. Allah ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ نَسُوا۟ ٱللَّهَ فَأَنسَىٰهُمْ أَنفُسَهُمْ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr ayat 18-19).
Ustadz Firanda mengatakan, dalam Alquran disebutkan bahwa kehidupan dunia hanya senda gurau. Muhasabah dengan berhenti sejenak, berfungsi sebagai persiapan menuju kehidupan akhirat. Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).
“Caranya melakukan muhasabah dengan duduk sejenak, menyisihkan waktu untuk muhasabah. (Memikirkan) ‘Bertambahkah iman kita?’, ‘Berapa banyak kemaksiatan yang sudah dilakukan?’. Ini bisa juga dilakukan sepekan sekali apa saja yang sudah dilakukan pada pekan ini. Tetapi kalau satu tahun kelamaan, sudah lupa,” ucap Ustadz Dr Firanda.
Di sisi lain terkait muhasabah diri, Umar bin Khattab Radhiallahu anhu mengatakan, “Hisablah diri anda semua sebelum nanti dihisab”.
Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
“Poin-poin muhasabah yang pertama kewajiban, sudahkah menunaikan salat, detailnya lagi bagaimana mengerjakan salatnya. Zakatnya, puasanya, haji, sudah daftar haji atau belum. Pastikan kewajibannya ditunaikan. Agar hisab lebih ringan, sebelum, dan sedang dan setelah beraktivitas melakukan perenungan, ‘kamu buat apa melakukan ini’ apa pun aktivitasnya. Pastikan yang wajib ditunaikan dan yang haram ditinggalkan,” papar Ustadz lulusan Universitas Islam Madinah ini.