26 Juni 2025

Kekeliruan Jamaah Haji saat di Muzdalifah dan Sa’i

0
1

Area Sa'i Masjidil Haram dok.kementerianhajiumraharabsaudi

JAKARTA — Haji memiliki beberapa rukun yang wajib untuk ditunaikan oleh jamaah agar mencapai ibadah yang sempurna. Salah satunya rukun Haji ketika sa’i, hendaknya jamaah memperhatikan hal ini agar tidak keliru.

Dikutip dari buku Bekal Jamaah Haji oleh Abdulaziz bin Abdullah bin Baaz, berikut di antara kekeliruan jamaah saat melakukan sa’i:

  1. Ada sebagian jamaah haji, ketika naik ke atas Shafa dan Marwah, mereka menghadap Ka’bah dan mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk salat. Hal ini keliru, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengangkat kedua telapak tangan beliau yang mulia hanyalah di saat berdoa.

Di bukit itu (Shafa), cukuplah membaca tahmid dan takbir serta berdoa kepada Allah sesuka hati sambil menghadap Kiblat. Dan lebih utama lagi membaca dzikir yang dilakukan oleh Nabi saat beliau di bukit Shafa dan Marwah.

  1. Berjalan cepat pada waktu Sa’i antara Shafa dan Marwa pada seluruh putaran. Padahal menurut sunnah Rasul, berjalan cepat itu hanyalah dilakukan antara kedua tanda hijau saja. Adapun yang lain cukup dengan berjalan biasa.

Di samping itu, berikut beberapa kekeliruan jamaah saat berada di Muzdalifah:

Sebagian jamaah haji, di saat pertama kali tiba di Muzdalifah, sibuk dengan memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya. Dan mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah itu harus diambil dari Muzdalifah.

Yang benar adalah, dibolehkannya mengambil batu-batu itu dari seluruh tempat di Tanah Haram. Sebab keterangan yang benar dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bahwasanya beliau tak pernah meminta agar dipungutkan untuk beliau batubatu pelempar jumrah Aqabah itu dari Muzdalifah.

Hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu di waktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk Mina. Selebihnya, batu-batu itu beliau pungut dari Mina.

Ada pula sebagian mereka yang mencuci batu-batu tersebut dengan air, padahal inipun tidak disyariatkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *