Lebaran 2025 Jatuh pada Senin 31 Maret

Tangkapan layar konferensi pers Penetuan 1 Syawal 1446 hijriah.
JAKARTA — Pemerintah menetapkan lebaran 2025 atau 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada Senin 31 Maret 2025. Hal ini disampaikan berdasarkan pemantauan hilal, dan sidang isbat penentuan 1 Syawal 1446 Hijriah pada Sabtu (29/3/2025).
“Berdasarkan hisab posisi hilal wilayah Indonesia yang tidak memenuhi kriteria MABIMS, serta tidak adanya laporan hilal terlihat, maka disepakati bahwa tanggal 1 Syawal 1446 Hijriah jatuh pada hari Senin tanggal 31 Maret 2025,” kata Menteri Agama Nasaruddin Umar, dalam siaran langsung di Youtube Kemenag.
Nasaruddin melanjutkan, dengan demikian disempurnakan menjadi 30 hari puasa Ramadan 1446 hijriah. Untuk itu pada Sabtu (29/3/2025) malam seluruh wilayah Indonesia masih melaksanakan salat tarawih.
“Demikian hasil sidang isbat yang baru kita laksanakan dan sepakati bersama. Tentunya kita berharap dengan hasil sidang isbat ini seluruh umat islam di Indonesia dapat merayakan Idul Fitri dengan penuh suka cita. Alhamdulillah suatu keberuntungan untuk kita semua bahwa tahun ini kita 1 Ramadan sama dan Lebarannya juga sama,” ucap Nasaruddin.
Adapun dalam sidang isbat yang digelar Kementerian Agama, sekaligus dilakukan pemantauan hilal di 33 titik lokasi di seluruh Indonesia. Selain itu juga terdapat seminar Hisab Ruqyah, laporan sidang isbat yang kemudian diakhiri dengan konferensi pers penetuan 1 Syawal 1446 Hijriah.
Sebelumnya Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kemenag, Abu Rokhmad, mengatakan, rukyatulhilal bukan sekadar ritual tahunan, tetapi bagian dari dedikasi terhadap akurasi ilmu falak dan pelayanan umat. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan rukyatulhilal awal Syawal 1446 H yang digelar secara daring pada Kamis (27/3/2025).
“Rukyatulhilal bukan hanya tentang melihat bulan. Ini adalah bagian dari upaya kita memastikan ketepatan hisab serta memberikan kepastian kepada umat Islam mengenai waktu ibadah,” kata Abu Rokhmad dikutip dari laman Kemenag.
Ia menjelaskan, meskipun secara astronomi hilal diperkirakan berada di bawah ufuk dan sulit terlihat, rukyat tetap dilakukan. Menurut dia, hal ini bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk penghormatan terhadap metode yang dianut oleh sebagian masyarakat serta upaya pengembangan ilmu pengetahuan.
“Pergerakan benda langit itu dinamis. Rukyat menjadi momen pembuktian bahwa hitungan hisab yang kita gunakan selama ini benar-benar akurat. Ini juga menjadi sarana edukasi bagi masyarakat bahwa Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan,” kata dia.