17 Desember 2025
Membutuhkan Hidayah

dok.sundayguardian

— Manusia senantiasa membutuhkan hidayah setiap harinya. Bahkan kebutuhan akan hidayah dapat jauh lebih besar dari makan dan minum.

Melalui pesan Telegram Ustadz Najmi Umar Bakkar menjelasakan, Seorang pencuri masuk ke rumah Malik bin Dinar rahimahullah, lantas ia mencari sesuatu (di rumah tersebut) untuk dicuri.

Tetapi ia tidak juga menemukan sesuatu apapun untuk diambilnya. Lalu ia melihat Malik bin Dinar yang sedang shalat. Saat Malik telah selesai dari shalatnya, lantas ia pun melihat kepada pencuri itu dan berkata :

“Engkau telah datang untuk mencari harta dunia (di tempat ini) tetapi engkau tidak mendapatkannya, lantas apakah engkau sudah memiliki harta di akhirat !!?”

Kemudian pencuri itu menanggapinya dan duduk, dan ia kagum dengan laki-laki ini. Lantas Malik mulai memberikan nasihat kepadanya sampai pencuri itu menangis, kemudian mereka berdua pun berangkat bersama menuju ke masjid untuk shalat (berjamaah).

Maka orang-orang pun kaget dan heran dengan keduanya, dan mereka berkata :

“Seorang alim besar bersama gembong pencuri, apakah ini masuk akal !!?”

Maka orang-orang pun bertanya kepada Malik bin Dinar, lalu beliau pun berkata kepada mereka :

“Dia datang untuk mencuri (harta) kami, lalu kami pun mencuri hatinya” (Taariikh al-Islam II/144 oleh Imam Adz-Dzahabi)

Imam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata :

الذنوب من لوازم نفس الإنسان وهو محتاج إلى الهدى في كل لحظة، وهو إلى الهدى أحوج منه إلى الأكل والشرب

“Dosa-dosa itu termasuk hal-hal yang pasti muncul dari jiwa manusia, dan dia butuh hidayah setiap saat, dan kebutuhannya akan hidayah lebih besar dibandingkan kebutuhan makan dan minum” (Majmuu’ul Fataawa VIII/216)

Imam Abdul Aziz bin Baz رحمه الله brkta :

ﺃﻧﺖ ﻓﻲ ﺣﺎﺟﺔ ﺇﻟﻰ ‎اﻟﻬﺪاﻳﺔ ﻭﻟﻮ ﻛﻨﺖ ﺃﺗﻘﻰ اﻟﻨﺎﺱ ﻭﻟﻮ ﻛﻨﺖ ﺃﻋﻠﻢ اﻟﻨﺎﺱ، ﺃﻧﺖ ﻓﻲ ﺣﺎﺟﺔ ﺇﻟﻰ اﻟﻬﺪاﻳﺔ ﺣﺘﻰ ﺗﻤﻮﺕ

“Engkau butuh hidayah walaupun telah menjadi manusia yang paling bertakwa, dan walaupun engkau menjadi manusia yang paling berilmu, engkau senantiasa butuh hidayah hingga engkau meninggal dunia” (Majmuu’ul Fataawa VII/158)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *