2 Agustus 2025

Polemik Transfer Data WNI ke AS

0
images

Ilustrasi transfer data dok.adobestock

JAKARTA — Saat ini pemindahan data warga Negara Indonesia (WNI) ke Amerika Serikat (AS) tengah menjadi polemik. Pengelolaan data masyarakat Indonesia oleh AS menjadi salah satu hal yang disepakati sebagai bagian dari kesepakatan penetapan tarif dagang 19 persen untuk Indonesia.

Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal mengungkapkan keberatannya, dan meminta penjelasan resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komidigi) terkait informasi tersebut. Menurut dia, ada implikasi serius, dan berpotensi mengancam kedaulatan data nasional serta hak privasi fundamental setiap warga negara.

“Kesepakatan pengelolaan data warga Indonesia oleh Amerika Serikat sungguh mengkhawatirkan. Ini berpotensi besar melanggar kedaulatan data kita sebagai bangsa dan juga melanggar hak privasi fundamental setiap warga negara. Data pribadi adalah aset vital yang harus dilindungi secara ketat, bukan diperjualbelikan atau dikelola tanpa pengawasan yang jelas,” kata Syamsu dikutip dari laman DPR RI.

Dia mendesak Komidigi untuk segera memberikan penjelasan secara transparan mengenai detail kesepakatan tersebut. Ia menekankan bahwa masyarakat dan DPR sebagai representasi rakyat berhak mengetahui secara rinci proses yang sangat strategis dan sensitif ini.

“Kami meminta Komidigi untuk segera memberikan penjelasan transparan mengenai detail kesepakatan ini. Sejak kapan pembahasan ini berlangsung? Siapa saja pihak yang terlibat? Dan apa dasar hukum serta pertimbangan utama di balik keputusan ini?” ucapnya.

Ia juga meminta pemerintah untuk membuka sepenuhnya kepada publik tentang apa saja yang disepakati dalam negosiasi tarif tersebut. “Pemerintah tidak boleh merahasiakan isi negosiasi yang menyangkut data pribadi jutaan warga negara. Kami mendesak agar semua poin kesepakatan, termasuk klausul-klausul teknis dan implikasinya, dibuka secara transparan kepada publik. Ini demi memastikan akuntabilitas dan mencegah spekulasi yang bisa merugikan kepentingan nasional,” kata dia.

Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan harus menjadi landasan utama, dan harus dipastikan UU ini tidak dikangkangi oleh kesepakatan semacam ini.

Di samping itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, terkait dengan salah satu poin dalam kesepakatan yang menyebutkan adanya transfer data WNI ke AS, dia meminta agar ada jaminan perlindungan hukum.

“Bahwa tim negosiator Indonesia jangan sampai menyetujui skema transfer data lintas batas tanpa adanya jaminan perlindungan hukum yang memadai, terutama karena AS belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi di tingkat federal yang seperti GDPR di Eropa, yang ada hanya UU PDP di beberapa negara bagian AS,” kata dia.

Adapun GDPR (General Data Protection Regulation) adalah peraturan Uni Eropa (Uni Eropa) yang mengatur perlindungan data pribadi. Tujuannya adalah untuk memberikan kendali lebih besar kepada individu atas data pribadi mereka dan menyederhanakan peraturan untuk bisnis di seluruh UE. Sedangkan organisasi yang melanggar GDPR dapat dikenakan denda hingga empat persen dari omzet tahunan global mereka, atau 20 juta euro, tergantung mana yang lebih besar.

Sementara Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenanx Hasan Nasbi mengatakan, kesepakatan transfer data antara Indonesia dan AS hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.

“Tujuan ini adalah semua komersial bukan untuk data kita dikelola oleh orang lain, dan bukan pula kita kelola data orang lain. Kira-kira seperti itu. Itu untuk pertukaran barang jasa tertentu yang nanti bisa jadi bercabang dua, dia bisa jadi bahan bermanfaat tetapi juga bisa jadi barang yang berbahaya seperti bom. Itu butuh keterbukaan data, siapa pembeli siapa penjual,” kata Hasan Nasbi mengutip laman kantor berita Antara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *