Puasa Syawal dan Utang Ramadan, Mana yang Didahulukan?

Ilustrasi Puasa dok.istock
JAKARTA — Umat islam disyariatkan untuk menjalankan puasa syawal setelah Ramadan. Namun bagaimana jika masih ada utang puasa Ramadan, mana yang lebih didahulukan, puasa Syawal atau utang?
“Jika engkau wahai saudaraku Masih Punya Tanggungan Puasa Ramadan, maka lunasilah terlebih dahulu sebelum puasa Sunah Syawal,” kata Pendakwah Lulusan Markaz Dakwah Syeikh Utsaimin, Unaizah, Qasim, Arab Saudi 2004-2008, Ustadz Yusuf Abu Ubaidah, melalui keterangan tertulisnya.
Ustadz Yusuf Abu Ubaidah menjelaskan bahwa Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin berkata: “Puasa enam syawal berkaitan dengan ramadan, dan tidak dilakukan kecuali setelah melunasi tanggungan puasa wajibnya. Seandainya dia berpuasa syawal sebelum melunasinya maka dia tidak mendapatkan pahala keutamaannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahualaihiwasallam:
“Barangsiapa puasa ramadan kemudian dia menyertainya dengan enam hari syawal maka seakan-akan dia berpuasa setahun penuh”.
Dan telah dimaklumi bersama bahwa orang yang masih memiliki tanggungan puasa ramadhan berarti dia tidak termasuk golongan orang yang telah puasa ramadhan sampai dia melunasinya terlebih dahulu. Sebagian manusia keliru dalam masalah ini, sehingga tatkala dia khawatir keluarnya bulan syawal maka dia berpuasa sebelum melunasi tanggungannya. Ini adalah suatu kesalahan”.
(Liqa’athi Ma’a Samahatis Syaikh Ibnu Utsaimin Dr. Abdullah ath-Thoyyar 2/79 dan Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 20/17-20).
Adapun sunnah puasa enam Hari Syawal, sebagaimana dalam hadits Abu Ayyub al-Anshori,
عَنْ أبِي أَيُّوْبَ اْلأَنْصَارِيِّ – رضي الله عنه – أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ – صلى الله عليه و سلّم- قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَ أَْتبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَهْرِ
Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian berpuasa enam hari bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa satu tahun penuh.”(HR. Imam Muslim dalam Shahihnya 1164)
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya puasa enam hari pada bulan Syawal, baik bagi kaum pria maupun wanita. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu seperti diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ka’b al-Akhbar, Sya’bi, Thawus, Maimun bin Mihran, Abdullah bin Mubarok, Ahmad bin Hanbal dan Syafi’i. (Lihat Al-Mughni kry Ibnu Qudamah 4/438 dan Lathoiful Ma’arif kry Ibnu Rojab hal. 389).