Tingkat Kemiskinan di Perkotaan Meningkat, Perdesaan Menurun

Ilustrasi dok.istock
JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan nasional terbaru pada Jumat (25/7/2025). Secara nasional, tingkat Kemiskinan disebut menurun, namun di Perkotaan mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, tingkat kemiskinan tercatat sebesar 8,47 persen, lebih rendah dari 8,57 persen pada September 2024. Jumlah penduduk miskin juga berkurang menjadi 23,85 juta orang. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menekankan pentingnya pemahaman publik terhadap makna dan proses di balik angka-angka kemiskinan.
“Pada pendataan Susenas, yang kita data adalah rumah tangga. Ada sekitar 345 ribu rumah tangga yang menjadi sampel pada Maret 2025,” kata Ateng, mengutip laman BPS.
Di samping itu, tingkat kemiskinan di perdesaan mencapai 11,03 persen, dan perkotaan sebesar 6,73 persen. Tingkat kemiskinan di perdesaan mengalami penurunan, sementara di perkotaan mengalami kenaikan.
Dibandingkan September 2024, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret 2025 meningkat di perkotaan dan menurun di perdesaan. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin melebar di perkotaan, tetapi menyempit di perdesaan.
Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pada periode yang sama juga mengalami peningkatan di perkotaan dan penurunan di perdesaan. Artinya, ketimpangan distribusi pengeluaran di antara penduduk miskin di perkotaan meningkat, sementara di perdesaan menurun.
Pada Maret 2025, rata-rata garis kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan. Artinya, rumah tangga miskin dengan rata-rata 4,72 anggota rumah tangga yang pengeluarannya berada di bawah Rp 2.875.235 per bulan.
“Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga, baik makanan maupun non-makanan,” kata Ateng.
Adapun garis kemiskinan yang dirilis merupakan angka rata-rata nasional. Setiap daerah memiliki garis kemiskinan yang berbeda, dipengaruhi oleh harga dan pola konsumsi masyarakat setempat.
Secara spasial, pada Maret 2025, terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan di bawah angka kemiskinan nasional, sementara 20 provinsi memiliki tingkat kemiskinan di atas angka nasional. Tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Papua Pegunungan, sebesar 30,03 persen, sedangkan tingkat kemiskinan terendah terdapat di Bali, yaitu sebesar 3,72 persen.
Sementara BPS juga untuk pertama kalinya merilis angka kemiskinan ekstrem bersamaan dengan angka kemiskinan nasional sebagai bentuk komitmen BPS untuk memenuhi amanat Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Kemiskinan ekstrem Indonesia pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,85 persen atau 2,38 juta orang. Kondisi ini disebut lebih baik dibanding Maret 2024, dimana kemiskinan ekstrem tercatat 1,26 persen atau sekitar 3,56 juta orang.