19 Agustus 2025
mobil.jpg

Pembakaran mobil dalam unjuk rasa menuntut mundurnya Bupati Pati Sudewo dok.antara

JAKARTA — Belum lama ini warga Pati melakukan unjuk rasa menuntut mundurnya Bupati Sudewo. Dia dianggap sebagai Bupati yang arogan.

Mengutip laman kantor Berita Antara, unjuk rasa warga Pati berawal dari usulan kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati. Kebijakan tersebut menaikkan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen.

Adapun kenaikan tersebut merupakan batas maksimal, dan tidak diberlakukan untuk seluruh objek pajak. Akan tetapi usulan kebijakan tersebut akhirnya dibatalkan.

Kendati demikian, ada pernyataan Sudewo yang dinilai menyakiti hati masyarakat. Sudewo mempersilakan berunjuk rasa hingga 5.000 ataupun 50 ribu orang sekalipun.

Pada Rabu (13/8/2025) sekitar 1.000 orang warga Pati menuntut Sudewo mengundurkan diri. Aksi unjuk rasa warga tersebut digelar di kawasan Alun-alun Kota Pati.

“Tunjukkan bahwa warga Pati itu santun dan berakhlak, cinta damai dan tidak arogan,” kata Orator Aksi Warga, Syaiful Ayubi.

Selanjutnya, aksi itu kemudian berujung ricuh. Terutama saat Sudewo muncul di tengah massa, dan hendak mendengarkan aspirasi demonstran.

Di samping itu, Sudewo menegaskan dirinya tidak mengundurkan diri meskipun ada tuntutan. Hal ini karena dirinya dipilih oleh rakyat secara konstitusional, dan demokratis.

“Tentunya tidak bisa harus berhenti dan mundur dengan tuntutan seperti itu, karena semua ada mekanismenya,” kata dia.

Ia juga menyatakan tetap menghormati proses politik yang tengah berjalan di DPRD Kabupaten Pati. Termasuk hak angket yang diajukan oleh anggota dewan.

Sementara Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus di Pati, sejatinya hubungan antara kepala daerah dengan rakyat tidak boleh berjarak.

“Kasus di Pati ini adalah hikmah dan pelajaran bagi kita bersama untuk melihat bagaimana hubungan antara kepala daerah dengan rakyat, terutama itu sesungguhnya tidak boleh berjarak. Dan aksi-aksi demonstrasi, itu kan merupakan luapan dari cara rakyat karena dia tidak bisa menyampaikan melalui institusi-institusi yang normal, kanalisasi pendapat yang normal,” ucap Rifqi mengutip laman DPR RI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *