9 Februari 2025

Hari Bebas Es Samudra Arktik Dapat Terjadi pada 2027

0
Hari Bebas Es Samudra Arktik Dapat Terjadi pada 2027

dok.anadoluagency

BOULDER — Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Nature Communications pada Senin (2/12/2024), Samudra Arktik dapat mengalami hari bebas es pertamanya paling cepat pada 2027. Hal tersebut menandakan perubahan besar dalam iklim planet ini.

“Hari bebas es pertama di Arktik tidak akan mengubah banyak hal secara dramatis,” kata salah satu penulis seorang ahli iklim di University of Colorado Boulder, Alexandra Jahn, dilansir dari Anadolu Agency.

“Tetapi itu akan menunjukkan bahwa kita telah mengubah secara mendasar salah satu karakteristik penentu lingkungan alam di Samudra Arktik, yaitu tertutup oleh es laut dan salju sepanjang tahun, melalui emisi gas rumah kaca,” lanjut dia.

Para peneliti memperingatkan dalam studi, keadaan yang tidak menyenangkan bagi bumi tidak dapat dihindari dalam dua dekade mendatang.

Adapun es laut Arktik telah menyusut lebih dari 12 persen per dekade sejak pemantauan satelit dimulai pada 1979. Ini memainkan peran penting dalam mengatur suhu global dan mendukung ekosistem laut.

Saat es mencair, air laut yang lebih gelap menyerap lebih banyak sinar matahari. Hal ini merupakan sebuah lingkaran umpan balik yang mempercepat pemanasan.

Fenomena ini dikenal sebagai efek albedo. Keadaan tersebut telah mengubah Arktik menjadi wilayah yang menghangat empat kali lebih cepat daripada rata-rata global.

Penelitian menggunakan 11 model iklim dan 366 simulasi. Di samping itu penelitian tersebut memperkirakan ambang batas bebas es dapat dilampaui dalam waktu tiga hingga enam tahun jika terjadi kondisi hangat yang tidak biasa. Sebagian besar skenario menempatkan peristiwa ini pada 2030-an, yang menyoroti urgensi pemotongan emisi gas rumah kaca.

“Karena hari bebas es pertama kemungkinan akan terjadi lebih awal daripada bulan bebas es pertama, kami ingin bersiap. Penting juga untuk mengetahui peristiwa apa yang dapat menyebabkan mencairnya semua es laut di Samudra Arktik,” kata Penulis utama Celine Heuze yang juga seorang peneliti klimatologi di Universitas Gothenburg di Swedia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *