Kemenkes Terima Ratusan Aduan Perundungan dan Dorongan Tindak Tegas Pelaku
JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini telah menerima ratusan laporan pengaduan terkait perundungan. Sementara sebelumnya terdapat dugaan kasus perundungan atau bullying pada mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang viral di jagat maya.
“Kemenkes akan selalu menindak tegas pelaku bullying. Selain itu, namanya juga akan ditandai di SISDMK sebagai pelaku perundungan,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M. Syahril dikutip dari laman Kementerian Kesehatan.
Dia mengatakan, semenjak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan telah menerima 356 laporan perundungan dengan rincian 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal. Jenis perundungan yang banyak dilaporkan yakni perundungan non fisik, non verbal, jam kerja yang tidak wajar, pemberian tugas yang tidak ada kaitan dengan pendidikan serta perundungan verbal berupa intimidasi.
dr. M. Syahril mengatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap 156 kasus bullying, sebanyak 39 peserta didik (residen) maupun dokter pengajar (konsulen) telah diberikan sanksi tegas. Sementara itu, untuk 145 laporan di luar RSV, telah dikembalikan ke instansinya untuk ditindaklanjuti.
Terkait pemberian sanksi, dr. M. Syahril mengatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Dalam instruksi itu, Kemenkes memfasilitasi bagi siapapun yang ingin mengadukan kasus perundungan dokter pada pendidikan kedokteran spesialis bisa melalui whatsapp 081299799777 dan website https://perundungan.kemkes.go.id/.
Aduan itu akan diterima oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan akan langsung ditelusuri oleh tim Inspektorat. Kemenkes akan menjamin keamanan identitas pelapor.
Setelah terkonfirmasi adanya kasus perundungan, terdapat tiga jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelaku perundungan berdasarkan hasil investigasi tim Inspektorat yang harus ditindaklanjuti oleh pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan juga unit terkait, yakni:
Bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya:
a) Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b) Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
c) Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar.
Bagi peserta didik:
a) Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis;
b) Sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit 3 (tiga) bulan; dan
c) Sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
Khusus kepada Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan yang terjadi kasus perundungan di rumah sakitnya, dikenakan sanksi:
a. Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
b. Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
c. Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
“Perundungan dengan alasan apapun tidak dibenarkan. Kami berharap praktik buruk ini bisa segera dihentikan. Jadi buat teman-teman peserta didik, segera lapor bila mendapat atau menemukan praktik bullying di kanal yang tersedia. Jangan takut,” ucap dr. M. Syahril
Sementara Komisi IX DPR menegaskan bahwa akan mendukung Kementerian Kesehatan beserta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaklanjuti kasus perundungan yang terjadi pada mahasiswa PPDS di sejumlah perguruan tinggi. Ia menekankan mata rantai perundungan di sektor kesehatan harus diputus selamanya.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena saat ditemui oleh Parlementaria di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2024). Menurut dia, setiap kasus perundungan di sektor kesehatan perlu ditindak melalui jalur hukum.
“Saya tegaskan perundungan senioritas ini (harus) berhenti, siapapun pelakunya, kami mendukung Kementerian Kesehatan dan APH, harus ditindaktegas pelakunya melalui proses hukum supaya ada efek jera,” kata Melki.
Politisi Fraksi Partai Golkar itu juga menggalang dukungan dari mitra kerja terkait agar mendukung melalui tindakan nyata untuk memberantas perundungan. Baginya, kebudayaan buruk ini tidak boleh ditoleransi.
“Saya menyayangkan kultur (perundungan) ini masih ada di tanah air. Segera kita berantas, saya minta dukungan dari seluruh pihak (supaya budaya perundungan ini tidak diwariskan). (Saat) ini (adalah) momentumnya. Jangan ada korban-korban lagi yang kemudian meninggal ataupun mundur dari pendidikan,” paparnya.
Sementara Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyerahkan investigasi kasus dugaan perundungan peserta PPDS Universitas Diponegoro, Semarang, ke pihak kepolisian. Kendati demikian, ia memastikan Kementerian Kesehatan bakal menindaklanjuti hasil investigasi kepolisian.
“Sekarang prosesnya sudah kami serahkan kepada kepolisian. Kepolisian sedang melakukan investigasi,” kata dia.
Dirinya juga menekankan kasus perundungan mahasiswa PPDS selain di Undip juga akan ditindaklanjuti oleh APH. “Bukan saja di Undip, tetapi di seluruh fakultas kedokteran di seluruh rumah sakit vertikal yang sebagian rumah sakit penyedia untuk pendidikan PPDS,” kata Dante.
Mewakili Kementerian Kesehatan, ia juga menegaskan perundungan adalah budaya yang tidak bisa ditoleransi, apalagi terjadi di sektor kesehatan. Dante mengingatkan, dokter adalah profesi mulia, yang mana menjadi tumpuan menaikan kualitas kesehatan masyarakat.