Aljazair: di Gaza Terjadi Pembantaian oleh Zionis bukan Perang

0

Korban wafat serangan Israel dok.anadoluagency

ALJIR — Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune pada Ahad (18/8/2024) mengatakan siap membangun tiga rumah sakit lapangan di Gaza jika perbatasan antara Mesir dan daerah kantong itu dibuka kembali. Dia mengatakan yang terjadi di Gaza merupakan pembantaian.

“(Yang terjadi di Gaza) bukanlah perang yang beradab, melainkan pembantaian yang dilakukan oleh pendudukan Zionis,” kata dia dilansir dari laman Middle East Monitor.

“(Mereka ingin) melenyapkan orang-orang Palestina, yang tidak akan kami terima,” lanjutnya.

Berbicara dalam sebuah rapat umum menjelang pemilihan presiden yang dijadwalkan akan diselenggarakan pada 7 September, Tebboune mengatakan, “Jika mereka membuka perbatasan antara Mesir dan Gaza, kami tahu apa yang harus dilakukan. Militer siap segera setelah perbatasan (penyeberangan Rafah) dibuk, kami akan membangun tiga rumah sakit dalam waktu 20 hari,” kata dia.

Ia mengatakan kepada para pendukungnya bahwa ia juga siap untuk mengirim ratusan dokter ke Gaza dan membantu membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh Zionis.

Adapun Presiden petahana maju bersama dua kandidat lainnya, Abdelali Hassani Cherif dari Movement of Society for Peace (MSP) dan Youcef Aouchiche dari Sekretaris Nasional Front Kekuatan Sosialis (FFS).

Sementara Kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini mengungkapkan pada Senin (19/8/2024) sebanyak 40 ribu orang telah meninggal di Gaza hanya dalam waktu sekitar 10 bulan. Dia mengatakan, kemungkinan jumlah korban lebih tinggi akibat serangan Israel.

Hal tersebut diungkapkan melalui X, Lazzarini menyebut peristiwa yang telah terjadi di Gaza sebagai tonggak sejarah yang begitu suram di mata dunia.

“Dilaporkan 40 ribu nyawa melayang hanya dalam waktu lebih dari 10 bulan di Gaza. Dan mungkin, jumlahnya lebih banyak lagi. Apa pun perselisihan mengenai jumlah tersebut, tidak ada perselisihan mengenai penderitaan yang sangat besar,” sebut dia.

“Ini adalah akibat langsung dari kegagalan kolektif untuk mencapai gencatan senjata. Terlalu banyak dari mereka yang tewas adalah wanita dan anak-anak. Di antara mereka yang tewas terdapat lebih dari 200 anggota tim UNRWA, lebih dari 100 jurnalis dan terlalu banyak pekerja kesehatan,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *