Saran Legislator atas Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
JAKARTA — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah melakukan mitigasi resiko atas dampak kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, khususnya terhadap rumah tangga miskin dan kelas menengah. Melalui kenaikan PPN 12 persen, pemerintah dapat melakukan penambahan anggaran untuk perlindungan sosial (Perlinsos) ke rakyat.
“Jumlah penerima manfaat Perlinsos (perlu) dipertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran,” kata Said dikutip dari laman DPR RI.
Menurut dia, subsidi BBM, gas LPG, listrik untuk rumah tangga miskin harus diperluas hingga rumah tangga menengah, termasuk untuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian BBM bersubsidi. Bahkan, bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
“Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal di berbagai wilayah, khususnya kota kota besar yang memiliki moda transportasi massal. Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah, setidaknya tipe rumah 45 ke bawah, serta rumah susun,” kata dia.
Baca juga: Kenaikan PPN Tunggu Instruksi Presiden
Baca juga: PPN 12 Persen Berlaku 1 Januari 2025
Menurut Said, bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi perlu dipertebal yang menjangkau lebih banyak penerima manfaat, khususnya siswa berprestasi dari rumah tangga miskin hingga menengah. Selain itu melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit dua bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.
“Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40 persen menjadi 50 persen untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri. Memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR,” papar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Adapun kenaikan PPN 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Di samping itu, Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyatakan bahwa kebijakan ini difokuskan untuk barang mewah dan disertai program afirmatif yang mendukung masyarakat berpenghasilan rendah.
“Pemerintah mengumumkan bahwa yang akan diterapkan dari pemberlakuan kenaikan 1 persen atau menjadi 12 persen ini adalah diperuntukkan untuk barang mewah. Jadi barang mewah ini kan konsumsi yang berkemampuan. Nah, oleh karenanya, karena konsumsi yang berkemampuan, maka harus dibarengi oleh kebijakan afirmatif, kebijakan yang pro rakyat,” ucap Herman.
Herman menekankan bahwa kenaikan PPN 12 persen pada barang mewah ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, yang selanjutnya akan dialokasikan untuk program-program pro-rakyat. Pemerintah disebut telah menyiapkan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa dampak kebijakan ini tidak meluas ke masyarakat umum.
“Saya kira ini juga sudah disampaikan oleh pemerintah bahwa pada saat menerapkan kenaikan 12 persen untuk barang mewah atau dikenakan untuk kalangan masyarakat yang berkemampuan, maka pada saat yang sama juga ada program-program prorakyat yang ini untuk meningkatkan kemampuan ekonomi di masyarakat,” ucap Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.
Baca juga: Penjelasan Kenaikan PPN 12 Persen